Awal Mula Cinta di Atas Bukit Pelabuhan Yokohama
Studio Ghibli selalu berhasil menyentuh hati penontonnya lewat kisah-kisah yang sederhana namun sarat makna. Salah satu karya yang tak boleh di lewatkan adalah From Up On Poppy Hill, film animasi yang dirilis di Jepang pada 16 Juli 2011 dan baru tayang di Indonesia pada 26 Januari 2018.
Film ini di sutradarai oleh Goro Miyazaki, putra dari legenda Studio Ghibli, Hayao Miyazaki. Menariknya, Goro awalnya tidak ingin mengikuti jejak ayahnya di dunia film. Sebelum terjun ke industri animasi, Goro bekerja sebagai landscaper selama bertahun-tahun. Namun, pada akhirnya ia bergabung dalam proyek film animasi yang membuat namanya di kenal luas.
Di Balik Layar: Kolaborasi Keluarga Miyazaki
Meski Goro menjadi sutradara utama, naskah film ini di tulis oleh Tetsuro Sayama sebagai penulis cerita orisinal dan Hayao Miyazaki yang menulis screenplay-nya. Film ini juga di produksi oleh tokoh-tokoh penting seperti Toshio Suzuki, Tetsuro Sayama, dan Chizuru Takahashi, serta di distribusikan oleh Toho.
Durasi film ini adalah 1 jam 31 menit, cukup untuk membuat siapa pun tenggelam dalam emosi dan kisahnya yang mendalam.
Sinopsis: Cerita yang Menghangatkan Hati
Latar film ini berada di Yokohama, pada tahun 1963, menjelang Olimpiade Tokyo. Cerita berpusat pada seorang gadis remaja bernama Umi Matsuzaki, atau akrab dipanggil Meru, yang tinggal di sebuah rumah besar di atas bukit yang menghadap langsung ke pelabuhan.
Setiap pagi, Umi menjalani rutinitas yang sama. Ia bangun lebih awal, menyiapkan sarapan untuk para penghuni rumah, membersihkan ruangan, dan kemudian mengibarkan bendera isyarat. Bendera tersebut bertuliskan pesan: “Saya berdoa untuk perjalanan yang aman”, sebagai bentuk penghormatan dan kerinduan kepada ayahnya yang hilang dalam Perang Korea.
Pertemuan Tak Terduga: Awal Sebuah Cerita Cinta
Suatu pagi, sebuah puisi misterius di muat dalam koran sekolah. Puisi itu berbunyi, “Gadis cantik, mengapa kamu mengirim pikiranmu ke langit?” Teman-teman Umi menduga puisi tersebut di tujukan padanya karena hanya Umi yang rutin mengibarkan bendera setiap pagi.
Tanpa disangka, puisi itu di tulis oleh Shun Kazama, seorang siswa laki-laki yang ternyata memperhatikan Umi dari kejauhan. Shun adalah ketua redaksi koran sekolah, cerdas, berani, dan penuh semangat dalam memperjuangkan sesuatu yang ia yakini.
Latin Quarter: Simbol Masa Lalu yang Terancam
Masalah mulai muncul ketika pihak sekolah berencana merobohkan Latin Quarter, sebuah gedung tua tempat berkumpulnya para siswa untuk berdiskusi dan berorganisasi. Bagi Shun dan sahabatnya, Shiro Mizunuma, gedung itu bukan sekadar bangunan, tapi simbol perjuangan, sejarah, dan semangat pemuda Jepang pascaperang.
Ketika adik Umi mengajaknya mengunjungi Latin Quarter, Umi akhirnya terlibat dalam gerakan mempertahankan gedung tersebut. Di sana, ia membantu Shun membuat stensil untuk mencetak edisi koran sekolah.
Dari sinilah benih cinta mulai tumbuh. Kebersamaan mereka terasa manis dan penuh kesan, terlebih ketika Umi tanpa sengaja menumpang sepeda Shun menuju pasar.
Konflik Batin dan Luka yang Tersembunyi
Namun, kebahagiaan mereka tak bertahan lama. Suatu hari, Shun datang ke rumah Umi dan melihat sebuah foto lama yang mengguncang perasaannya. Di foto itu, terlihat sosok ayah Umi yang ternyata sangat mirip dengan sosok yang selama ini dikira sebagai ayah kandungnya sendiri.
Kecurigaan pun muncul. Apakah Shun dan Umi sebenarnya saudara kandung? Perasaan Shun mulai menjauh, sementara Umi di liputi kecemasan dan rasa bingung. Meskipun begitu, keduanya tetap berusaha mempertahankan hubungan dan mencari kebenaran.
Perjuangan yang Tak Kenal Lelah
Meskipun duka menyelimuti hati mereka, Shun dan Umi tetap berjuang untuk mempertahankan Latin Quarter. Mereka bersama Mizunuma bahkan berangkat ke Tokyo untuk menemui ketua yayasan pendidikan secara langsung, dengan harapan keputusan penghancuran bisa di batalkan.
Di tengah tekanan dan ketidakpastian, Umi menyatakan dengan tegas bahwa apapun yang terjadi, ia tetap mencintai Shun. Sebuah pernyataan yang tulus, walau di bayangi oleh kenyataan pahit yang belum terungkap.
Kebenaran yang Mengubah Segalanya
Akhirnya, mereka mendapat jawaban. Setelah bertemu dengan seorang pelaut yang ada dalam foto lama, terkuak bahwa ayah kandung Shun dan Umi berbeda. Shun ternyata adalah anak dari teman ayah Umi yang telah meninggal, lalu di asuh oleh keluarga Kazama.
Kabar ini membawa kelegaan luar biasa bagi keduanya. Kini, mereka bisa melanjutkan kisah yang sempat terhenti karena bayang-bayang masa lalu.
Romansa yang Lembut dalam Latar Pasca-Perang
From Up On Poppy Hill adalah karya yang mengalun lembut, namun meninggalkan bekas yang dalam. Film ini bukan hanya soal cinta dua remaja, melainkan juga tentang mempertahankan warisan sejarah, menghargai kenangan, dan menghadapi kenyataan hidup dengan berani.
Melalui karakter Umi dan Shun, penonton di ajak menyelami kompleksitas emosi manusia. Bahkan dalam keheningan, film ini mampu menyampaikan banyak hal: kerinduan pada orang tua, ketulusan cinta, dan makna dari menjaga tradisi di tengah perubahan zaman.
Dengan visual khas Ghibli yang hangat dan detail latar yang memukau, film ini terasa seperti surat cinta kepada masa lalu yang tak boleh di lupakan.
Mengapa Kamu Harus Menonton Film Ini?
Jika kamu menyukai kisah cinta yang pelan tapi dalam, penuh konflik batin, dan di balut dengan sentuhan budaya Jepang tahun 60-an, maka From Up On Poppy Hill adalah pilihan yang tepat.
Film ini tidak sekadar menghibur, tapi juga menggugah perasaan, membuatmu merenung, bahkan mungkin menangis diam-diam saat melihat Umi mengibarkan bendera sambil berharap sang ayah masih hidup.
Tak heran jika film ini di sebut sebagai salah satu karya Ghibli yang paling menyentuh, meski tidak sefantastis Spirited Away atau Howl’s Moving Castle dalam hal visual. Kekuatannya ada pada kesederhanaan cerita dan keintiman emosional yang di bangun secara perlahan tapi pasti.